Keanekaragaman Hayati Indonesia dan Usaha pemeliharaannya

Keanekaragaman hayati merupakan pernyataan mengenai berbagai macam (variasi) bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat yang terdapat pada berbagai tingkatan makhluk hidup. Keanekaragaman hayati adalah ukuran dari kesehatan ekosistem. Keanekaragaman hayati dapat memiliki banyak interpretasi. Ahli biologi paling sering mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai totalitas gen, spesies, dan ekosistem suatu daerah. Dari defenisi ini dapat dikelompokkan 3 jenis keanekaragaman yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman ekosistem.
Indonesia terletak pada garis 6° LU – 11° LS dan 95° BT – 141° BT. Dengan demikian, Indonesia terletak di daerah beriklim tropis dan dilewati oleh garis khatulistiwa. Letak ini menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan melimpah. Indonesia dianggap sebagai salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati yang paling penting di Dunia (Mittermeier et al., 2005) dengan 670 spesies mamalia, 1.604 burung, 787 reptil dan
392 amfibi spesies (IUCN, 2009), jumlah invertebrata air tawar, darat dan laut
yang tak terbatas, serta tanaman dan moluska warisan Indonesia adalah yang paling menarik di Dunia. Tersebar di lebih dari 18.307 pulau, dengan lebih dari 8000 pulau telah dihuni, kepulauan Indonesia membentang lebih dari 5000 km dari barat ke timur (Carl Traeholt and Wilson Novarino, 2013).
Indonesia mempunyai tipe hutan hujan tropika yang dikenal cukup unik dan merupakan salah satu komunitas yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan di dunia dengan ± 30.000 jenis tumbuhan dan ± 7000 jenis berkhasiat obat ( 90 % jenis tumbuhan obat di kawasan Asia)( Rosoedarso et al,1990). Dokumen Biodiversity Action Plan for Indonesia (Bappenas, 1991) menuliskan bahwa hutan tropika Indonesia adalah merupakan sumber terbesar keanekaragaman jenis –jenis palm, mengandung lebih dari 400 species meranti-merantian dari Famili Dipterocarpaceae (yang merupakan jenis kayu pertukangan paling komersil di Asia Tenggara); dan diperkirakan menyimpan 25.000 species tumbuhan berbunga. Selain itu, Indonesia juga diakui sebagai salah satu bagian dunia yang masih menyisakan kehidupan liar sebagai gudang keanekaragaman plasma nutfah untuk memenuhi kebutuhan manusia masa kini maupun masa yang akan datang (Zuhud,1994).
Dalam hal keanekaragaman di dalam jenis, Indonesia pun menjadi unggulan dunia dan dianggap sebagai salah satu pusat keanekaragaman tanaman ekonomi dunia. Jenis-jenis kayu perdagangan, buah-buahan tropis (durian, duku, salak, rambutan, pisang dan sebagainya), anggrek, bambu, rotan, kelapa dan lain-lain sebagian besar berasal dari Indonesia. Beberapa jenis tumbuhan, seperti pisang dan kelapa telah menyebar ke seluruh dunia. Oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan keanekarangaman hayati terbesar di dunia (megadiversity) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia (Mac Kinnon, 1992). Bahkan Indonesia merupakan salah satu dari delapan pusat keanekaragaman genetika tanaman di dunia khususnya untuk buah-buahan tropis seperti durian (Sastrapradja dan Rifai 1989).
Negara – Negara di wilayah tropik, seperti di Indonesia, memiliki keanekaragaman yang tinggi di bandingkan dengan Negara – Negara yang terletak jauh dari garis khatulistiwa. Oleh karena itu, Indonesia termasuk salah satu Negara dengan sebutan megabiodiversity selain Brazil dan Zaire karena memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dengan keunikan tersendiri.
Indonesia memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi disebabkan karena :
a. Indonesia terletak di wilayah tropis dengan kondisi iklim dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
b. Indonesia merupakan Negara kepulauan, yang masing – masing terpisah oleh lautan.
c. Wilayah Indonesia terbagi atas dua zona, yaitu zona Asia(Indonesia bagian barat) dan Zona Australia (Indonesia bagian timur) sehingga spesies – spesies makhluk hidup merupakan spesies peralihan di antar kedua wilayah tersebut.
d. Negara kepulauan Indonesia memiliki wilayah laut yang luas
Keanekaragaman hayati Indonesia banyak yang telah dimanfaatkan namun ada juga yang baru diketahui potensinya serta ada juga yang belum dikenal. Keberadaan keanekaragaman hayati tergantung pada perlakuan manusia. Meskipun pada dasarnya keanekaragaman hayati dapat memulihkan diri, namun kemampuan ini terbatas. Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara langsung memiliki berbagai resiko. Sebagian areal hutan alam berubah fungsi dan menyempit, dengan rata-rata pengurangan 15.000-20.000 hektar per tahun (Soeriaatmadja, 1991) akibat jumlah penduduk yang semakin meningkat sehingga kebutuhan dasar yang diperoleh dari hasil hutan juga meningkat. Padahal hutan merupakan sumber utama keanekaragaman hayati karena hutan merupakan tempat tinggal berbagai spesies tanaman dan hewan. Kawasan di luar hutan yang mendukung kehidupan keanekaragaman hayati seperti daerah persawahan dan kebun-kebun juga semakin menurun keanekaragaman hayatinya. Mengingat perusakan habitat dan eksploitasi berlebihan, tidak mengherankan jika Indonesia memiliki daftar spesies terancam punah terpanjang di dunia lebih tinggi dibandingkan Brasil.
Penebangan hutan yang menyebabkan berubahnya fungsi areal hutan, sawah dan kebun menjadi area permukiman, perkantoran, industri, jalan dan lain-lain, menyebabkan penyusutan keanekaragaman hayati pada tingkat jenis, baik tumbuhan, hewan maupun mikrobia. Sehingga jenis-jenis tersebut menjadi langka, misalnya jenis-jenis yang semula banyak terdapat di Pulau Jawa, seperti nam-nam, mundu, kepel, badak Jawa dan macan Jawa sekarang mulai jarang dijumpai .
Penggunaan bibit unggul secara besar-besaran menyebabkan terdesak dan menghilangnya
bibit tradisional yang secara turun-temurun dikembangkan oleh petani (Swaminathan, 1983). Hal ini mengakibatkan spesies tertentu menjadi tersisihkan, sehingga spesies tertentu tersebut jarang digunakan, yang akhirnya terlupakan. Secara tidak sengaja perilaku seleksi ini akan mempercepat kepunahan makhluk hidup. Misalnya, kita sering hanya menanam tanaman yang kita anggap unggul, seperti jambu bangkok, jeruk mandarin, dan mangga gedong. Sebaliknya, kita menghilangkan tanaman yang kita anggap kurang unggul, contohnya, jeruk pacitan dan mangga curut.
Pemanfaatan ekosistem alami dengan mengubah habitat berlangsung sangat cepat, sehingga menimbulkan kelangkaan banyak jenis tumbuhan dan hewan, baik yang hidup di hutan, sungai, danau, pantai dan lain-lain. Banyak di antara jenis-jenis tersebut belum diketahui manfaatnya, sehingga dikhawatirkan akan musnah sebelum diketahui peranannya dan belum ada dokumentasi tertulis mengenai keberadaanya. Penebangan hutan secara liar dan polusi gas hasil pembakaran bahan bakar fosil serta pemakaian freon juga merupakan kegiatan yang memberi sumbangan yang cukup besar terhadap degradasi keanekaragaman hayati. Meningkatnya gas hasil pembakaran bakar fosil, seperti karbondioksida dan gas metan, menyebabkan punahnya ratusan spesies tanaman dan hewan karena terjadi kenaikan suhu udara secara global (global warming) yang mencapai 1-6 derajat celcius pada tahun 1900 sampai 2100 (IPCC report, 2007). Pemakaian freon juga turut menyumbang kepunahan banyak jenis tanaman dan hewan karena freon yang lepas ke atmosfer menyebabkan lapisan ozon menjadi berlubang sehingga sinar ultraviolet dari matahari langsung menuju ke bumi yang mengakibatkan terjadinya mutasi merugikan yang berefek letal (mematikan) bagi hewan dan tanaman.
Konservasi keanekaragaman hayati diperlukan karena pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang akan menyebabkan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosistem dan menipisnya plasma
nutfah. Hal ini harus dicegah agar kekayaan hayati di Indonesia masih dapat menopang kehidupan walaupun harus diakui pelestarian keanekaragaman hayati memberikan keuntungan yang bersifat tidak langsung, sehingga manfaatnya sukar untuk segera dirasakan, seperti manfaat tumbuhan untuk pengatur air, penutup tanah, penjaga udara sehat dan lain-lain.
Indonesia menganut asas pemanfaatan kekayaan alam yang berupa keanekaragaman hayati secara lestari, seperti disebutkan dalan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada pasal 2 dinyatakan bahwa: konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Namun pada kenyataannya, perubahan ekosistem alami terus berlangsung, hingga melebihi batas kemampuan untuk memulihkan diri.
Menurut FAO dalam laporan State of World Forest tahun 2009 laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai sekitar 1,87 juta hektar pertahun. Apabila laju kerusakan hutan tidak dikendalikan, hutan Indonesia akan musnah sekitar 15 tahun ke depan.
Mengingat pentingnya menjaga kelestarian keanekaragaman hayati maka diperlukan upaya mencegah dan mengatasi penurunan keanekaragaman hayati diantaranya :
kerinci seblat
a. Konservasi Tingkat Genetik
Dalam satu spesies tumbuhan atau hewan terdapat variasi genetik, sehingga menimbulkan perbedaan yang jelas.Pembentukan genetik suatu individu selalu berubah akibat faktor internal dan eksternal. Keragaman materi genetik memungkinkan terjadi seleksi alam. Semakin besar populasi suatu spesies semakin besar keanekaragaman genetiknya, sehingga makin kecil kemungkinannya punah.
b. Konservasi Tingkat Spesies
Pengurangan atau penambahan spesies secara efektif ditentukan oleh laju kepunahan dan laju spesiasi. Spesiasi adalah proses yang lambat. Selama laju spesiasi sama atau leih cepat daripada laju kepunahan maka keanekaragaman hayati akan tetap konstan atau bertambah. Secara konseptual, biologis, dan hukum, spesies merupakan fokus utama dalam konservasi. Sebagian besar masyarakat telah memahami konsepsi spesies dan mengetahui bahwa dunia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi tetapi sebagian di antaranya sedang menuju kepunahan. Ahli biologi telah memfokuskan pada spesies selama berabad abad dan telah mengembangkan sistem penamaa pengkatalogan, dan perbandingan antar spesies. Berbagai upaya konservasi telah dilakukan, mulai dari pendanaan sampai program recovery difokuskan pada spesies. Peraturan perundangan tentang konservasi juga memfokuskan pada spesies. Misalnya: US Endangered Species Act, Convention on International Trade in Endangered Species, Perlindungan Floran dan Fauna di Indonesia.
Fokus konservasi tingkat spesies dilakukan pada tingkat populasi. Populasi suatu spesies dapat lestari sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Kunci menyelamatkan spesies adalah dengan melindungi populasi yang ada.
c. Konservasi Tingkat Ekosistem
Dunia yang beraneka ragam ini dapat dikelompokkan menjadi berbagai tipe ekosistem. Mulai dari puncak pegunungan hingga dasar lautan, dari kutub hingga daerah tropis. Ekosistem yang paling kaya keragaman hayatinya adalah hutan hujan tropis. Negeri kita Indonesia memiliki 47 jenis ekosistem alam khas, mulai padang salju di Irian Jaya hingga hutan hujan dataran rendah, dari danau dalam hingga rawa dangkal, dan dari terumbu karang hingga taman rumput laut dan mangrove. Mengingat tingginya keanekaragaman hayati dalam ekosistem maka konservasi di tingkat ekosistem mutlak dibutuhkan.
REFERENSI
FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980–2005. Forest Resources Assessment Working Paper No. 153. Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Carl Traeholt and Wilson Novarino. 2013. Journal of Indonesian Natural History. Vol.1 No.1.
Okid Parama Astirin. 2000. Permasalahan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Jurnal Biodiversitas. Vol 1 No.1
Sastrapradja, S.D. dan M.A. Rifai. 1989. Mengenal Sumber Pangan Nabati Dan Sumber Plasma Nutfahnya. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional dan Puslitbang Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

1 comment: